KEWAJIBAN BELAJAR DAN MENGAJAR
Tafsir Qur’an Surat Al Alaq ayat
1-4
Oleh : Ali Mursidi
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ
الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ .اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ. الَّذِي
عَلَّمَ بِالْقَلَمِ .
Artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],[1]
[1589]. Maksudnya: Allah
mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
I. Tinjauan Tafsir
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ
الَّذِي خَلَقَ.
“Bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.”
Dalam
ayat ini Allah menyuruh Nabi agar membaca, sedangkan beliau tidak pandai
membaca dan menulis, maka dengan kekuasaan Allah ini beliau dapat mengikuti
ucapan Jibril. Dalam ayat ini juga mengandung maksud bahwa Allah menjadikan dan
menciptakan seluruh mahluk-Nya dari tidak ada kepada ada, sanggup menjadikan Nabi-Nya
pandai membaca tanpa belajar.[2]
Di sisni
beliau diperintahkan untuk membaca guna lebih memantapkan hati beliau.
Ayat di atas bagaikan menyatakan: bacalah wahyu-wahyu Ilahi yang
sebentar lagi akan banyak engkau terima, dan baca juga alam dan masyarakatmu.
Bacalah agar engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua
itu tetapi dengan syarat hal tersebut engkaun lakukan dengan atau demi nama
Tuhan yang selalu memelihara dan membimbingmu dan yang mencipta
semua mahluk kapan dan di manapun.[3]
Kata iqra’
yang terambil dari kata qara’a pada mulanya berarti
“menghimpun”. Arti asal kata ini
menunjukkan bahwa iqra’, yang diterjemahkan dengan “bacalah”, tidak
mengharuskan adanya suatu teks tertulis yang dibaca, tidak pula harus diucapkan
sehingga terdengar oleh orang lain. Karenanya anda menemukan, dalam kamus-kamus
bahasa, beraneka ragam arti dari kata tersebut, antara lain, menyampaikan,
menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui cirri-cirinya, dan
sebagainya, yang kesemuanya dapat dikembalikan kepada hakikat ‘menghimpun” yang
merupakan arti akar kata tersebut.[4]
خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ
عَلَقٍ.
“Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah”.
Dalam
ayat ini Allah mengungkapkan cara bagaimana ia menjadikan manusia: yaitu
manusia sebagai makhluk yang mulia dijadikan Allah dari sesuatu yang melekat
dan diberinya kesanggupan untuk menguasai segala sesuatu yang ada di bumi ini
serta menundukannya untuk keperluan hidupnya dengan ilmu yang diberikan Allah padanya.
Dan Dia berkuasa pula menjadikan insan kamil diantara manusia, seperti Nabi
SAW. Yang pandai membaca walaupun tanpa belajar.[5]
Ayat ini
dan ayat berikut memperkenalkan Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad saw. Dan
yang diperintahkan oleh ayat yang lalu untuk membaca dengan nama-Nya serta demi
untuk-Nya. Dia adalah Tuhan yang telah menciptakan manusia yakni semua
manusia – kecuali Adam dan hawwa – dari ‘alaq segumpal
darah atau sesuatu yang bergantung di dinding rahim.[6]
Secara
harfiah kata al ‘alaq yang terdapat pada ayat tersebut menurut al-Raghib
al-Asfahani berarti al-damm al-jamid yang berarti beku. Sedangkan
menurut al Maraghi ayat tersebut menjelaskan bahwa Dialah (Allah) yang
menjadikan manusia dari segumpal darah menjadi makhluk yang paling mulia, dan
selanjutnya Allah memberikan potensi (al-qudrah) untuk berasimilasi dengan
segala sesuatu yang ada di alam jagat raya yang selanjutnya bergerak dengan
kekuasaan-Nya, sehingga ia menjadi makhluk yang sempurna, dan dapat menguasai
bumi dengan segala isinya. Kekuasaan Allah itu telah diperlihatkan ketika Dia
memberikan kemampuan membaca kepada Nabi Muhammad Saw, sekalipun sebelum itu ia
belum pernah belajar membaca.[7]
اقْرَأْ وَرَبُّكَ
الأكْرَمُ.
“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah”
Setelah memerintah membaca dengan
meningkatkan motivasinya yakni dengan nama Allah, kini ayat diatas
memerintahkan membaca dengan menyampaikan janji Allah atas manfaart membaca.
Allah berfirman Bacalah berilang-ulang dan Tuhan Pemelihara dan
pendidik-Mu maha pemurah sehingga akan melimpahkan aneka karunia.
Ayat tiga diatas mengulang perintah membaca. Ulama’ berbeda pendapat
tentang tujuan pengulangan itu. Ada yang menyatakan bahwa perintah pertama ditujukan
kepada pribadi Nabi Muhammad Saw,sedang yang kedua kepada umatnya. Atau yang
pertama untuk membaca dlam sholat, sedang yang kedua diluar sholat. Pendapat
yang ketiga menyatakan yang petama perintah belajar, sedang yang kedua adalah
perintah mengajar orang lai. Ada lagi ynang menyatakan bahwa perintah kedua
berfungsi mengukuhkan guna menanam rasa “ percaya diri” kepada Nabi Muhammad
saw, tentang kemampuan beliau membaca- karena tadinya beliau tidak pernah
membaca. [8]
الَّذِي
عَلَّمَ بِالْقَلَمِ.
”Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam”
Ayat-ayat yang lalu menegaskan
kemurahan Allah swt. Ayat diatas melanjutkan dengan memberi contoh sebagian
dari kemurahan-Nya itu dengan mengatakan bahwa: Dia Yang Pemurah itu yang
Mengajar manusia dengan pena yakni dengan sarana dan usaha mereka, dan di yangh
mengajar manusia tanpa alat dan usaha mereka apa yang belum diketahui-Nya.
Kata( لْقَلَمِ ) al-qolam terambil dari kata kerja ( ْقَلَم ) qalama yng berarti memotong ujung
sesuatu. Memotong ujung kuku disebut (
) taqlim.
Tombak yng dipotong ujungnyasehungga meruncing dinamai ( ) maqalim. Anak panah yang runcing
ujungnya dan yang bisa digunakan untuk mengundi dinamai pula qalam (baca QS.
Al-imran 3:44 ) alat yang digunakan untuk menulis dinamai juga Qolam karena
pada mulanya alat tersebut dibuat dari sesuatu bahan yang dipotong dan
diperuncing ujungnya.
Kata qalam disini berarti hasil dari
penggunaan alat tersebut, yakni tulisan. Ini karena bahasa, sering kali
menggunakan kata yang berarti “alat ” atau “Penyebab” untuk menunjukkan
“akibat” atau “hasil” dari penyebabatau penggunaan alat tersebut. Misalnya jika
seorang berkata, “ saya kwatir hujan”, maka yang dimaksud dengan kata “hujan “
adalah basah atau sakit, hujan adalah penyebabnya semata[9].
II. Analisis
Perintah membaca tertera dalam
ayat-ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan berikut: Bacalah dengan
nama Tuhanmu Yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah beku.
Bacalah, dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan kepada manusia menggunakan
pena. Mengajar manusia apa yang tak ia ketahui. (Q.s. Al‘Alaq : 1-5)
Terdapat pengulangan perintah membaca
pada rangkaian ayat di atas, yakni pada ayat pertama dan ayat ketiga. Pertama,
perintah untuk membaca dengan nama Allah Tuhan yang telah menciptakan manusia.
Kedua, perintah untuk membaca dengan menghayati ke-Maha-Pemurah-an Allah SwT.
Ulama berbeda pendapat tentang maksud dan tujuan pengulangan itu. Ada yang
berpendapat bahwa perintah membaca yang pertama ditujukan kepada pribadi Nabi
Muhammad saw, sedangkan yang kedua ditujukan kepada umatnya. Ulama lain
berpendapat bahwa perintah yang pertama adalah untuk membaca dalam shalat,
sedangkan yang kedua di luar shalat. Pendapat ketiga menyatakan bahwa yang
pertama perintah belajar, sedangkan yang kedua perintah untuk mengajar orang
lain. Pendapat lainnya, bahwa perintah kedua berfungsi mengukuhkan guna
menanamkan rasa percaya diri kepada Nabi Muhammad saw tentang kemampuan beliau
membaca. Ulama yang lain lagi berpendapat bahwa membaca yang kedua itu
dimaksudkan agar Nabi saw lebih banyak membaca, menelaah dan memerhatikan alam
raya serta membaca kitab yang tertulis dan tidak tertulis dalam rangka
memersiapkan diri terjun ke masyarakat.[10]
Tidak dapat dimungkiri bahwasanya menuntut ilmu merupakan kewajiban
bagi setiap muslim di mana dan kapan pun berada. Dengan menuntut ilmu, manusia
dapat memahami segala hakikat, dan ilmu tidak diragukan lagi merupakan pintu
gerbang peradaban. Pemahaman dan kemampuan mengaplikasikan ilmu telah membawa
manusia mengalami perubahan dalam roda zaman yang senantiasa berputar
menampilkan kemajuan. Dengan ilmu, manusia dapat pula menghancurkan kehidupan
dan peradaban manakala ilmu mengalami distorsi dalam aplikasi amalnya. Untuk
dapat mendapatkan ilmu ini kita harus melakukan proses belajar agar tidak
dikatakan sebagai orang yang menyia-nyiakan ilmu. Seseorang pernah berkata
kepada Abu Hurairah ra, “Aku ingin belajar, tapi aku takut menyia-nyiakan
ilmu.” Abu Hurairah menjawab, “Cukuplah engkau dikatakan menyia-nyiakan ilmu
jika tidak mau belajar.”
Merujuk pada firman Allah SWT dalam
surat Al-Alaq ayat 1-5 terdapat hal penting sebagai rujukan kita dalam belajar
menuntut ilmu. Pertama, menuntut ilmu menempatkan Allah Swt sebagai awal dan
akhir tujuan setiap aktivitas belajar. Mengikhlaskan niat hanya untuk Allah SWT
merupakan keharusan yang mesti menjadi dasar berpijak kita. Dalam mempelajari
ilmu, kita tetap dituntut berpikir kritis dengan menelaah ilmu-ilmu yang
bermanfaat dan meninggalkan ilmu yang tidak memberikan kemanfaatan apapun.
Kenyataan empiris yang sering terjadi bahwasanya ilmu dipelajari tanpa
pertimbangan baik dan buruk, sehingga dalam penerapannya justru menyebabkan
kehancuran. Dengan meneguhkan niat dan mengakhiri langkah hanya tertujukan
kepada Allah SWT kita akan tetap memperhatikam batas-batas normatif yang telah
digariskan Allah Swt.
Kedua, belajar harus dilakukan secara
bertahap. Terciptanya manusia merupakan suatu proses yang berkelanjutan hingga
menjadi manusia dalam wujudnya yang sempurna. Hal ini memberikan arahan kepada
kita untuk belajar secara teratur dan berkesinambungan. Tanpa proses bertahap,
kita akan memiliki pemahaman parsial dan apa yang dipelajari tidak memberikan
kontribusi apapun dalam setiap amal kita.
Ketiga, dibutuhkan proses pengulangan
dalam belajar. Dalam surat Al-Alaq, kata “bacalah” tertulis tidak hanya sekali.
Dengan sendirinya diharuskan melakukan pengulangan dalam belajar sehingga kita
memperoleh pemahaman yang baik dan apa yang kita pelajari terekam kuat dalam
diri kita. Belajar yang dilakukan secara instan bisa jadi hanya mendapatkan
kelelahan tanpa mendalami benar apa yang dipelajari.
Keempat, melakukan aktivitas membaca
dan menulis. Kegemaran untuk membaca dan mempelajari banyak hal akan
menyebabkan kita memiliki wawasan dan pengetahuan lebih luas. Membaca secara
teratur hendaknya dilanjutkan dengan kebiasaan menulis. Kemampuan untuk
menyikapi fenomena kehidupan dan menuangkan ide, gagasan, pendapat, pemikiran
dan wacana dalam bentuk tulisan setidaknya mampu mengasah pikiran dan pemahaman
kita agar lebih berkembang dan bermanfaat bagi orang lain. Pemikiran dan
gagasan tertulis tersebut tetap dalam tuntunan Al-Qur’an dan Sunnatur-Rasul,
sehingga dengan sendirinya melakukan dakwah bil-qalam bagi tegaknya ajaran
Islam di muka bumi.[11]
Belajar adalah key term,’istilah
kunci’ yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar
sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk berubah
merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Disebabkan oleh
kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh
daripada makhluk-makhluk lainya, sehingga ia terbebas dari kemandegan fungsinya
sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Boleh jadi karena kemampuan berkembang
melalui belajar itu pula manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih,
dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya.[12]
III. Kesimpulan
1.
Dalam al Qur’an surat al-Alaq
ayat 1-4 terkandung perintah atau kewajiban belajar mengajar bagi setiap
manusia muslim dan muslimah. Dalam al- Alaq ayat satu ditegaskan kata iqra’ yang
terambil dari kata qara’a pada mulanya berarti “menghimpun”. Arti asal kata ini menunjukkan bahwa iqra’,
yang diterjemahkan dengan “bacalah”, kata perintah ini dapat kita maknai
sebagai perintah belajar. Dalam belajar hendaklah kita menyebut nama Allah, hal
ini dimaksudkan agar dalam belajar menuntut ilmu menempatkan Allah Swt sebagai
awal dan akhir tujuan setiap aktivitas belajar. Mengikhlaskan niat hanya untuk
Allah SWT merupakan keharusan yang mesti menjadi dasar berpijak kita.
2.
Belajar harus dilakukan secara
bertahap, hal ini dapat kita lihat dalam ayat yang kedua dari surat al alaq ‘yang
telah menciptakan manusia dari alaq’. Proses terjadinya manusia secara
bertahap mulai dari air mani hingga menjadi segumpal darah dan kemudian
seonggok daging hingga terciptalah manusia yang sejak lahir tidak membawa
apa-apa, yang kemudian dengan belajar manusia dapat menjadi makhluk yang
sempurna dari pada makhluk-makhluk lain ciptaan Allah.
3.
“Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah”.
dalam surat al Alaq ayat yang ketiga ini terdapat
pengulangan kata Iqra’. pengulangan kata iqra’ didasarkan pada alasan
bahwa membaca itu tidak akan membekas dalam jiwa kecuali dengan diulang-ulang
dan membiasakannya, perintah Allah untuk mengulang membaca berarti mengulang
apa yang dibaca.
4.
”Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam”
Surat
al-‘alaq yang keempat ini berisi tentang perlunya alat dalam melakukan kegiatan
dalam upaya mengembangkan dan pemeliharaan ilmu pengetahuan sebagai sarana
pendidikan. Dalam proses belajar mengajar baik dalam pengertan secara sempit
maupun luas tetap memerlukan sarana dan prasarana penunjang ataupun media demi
tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan.
IV. Penutup
Alhamdulillah dengan ridho Allah, dengan izinnya kami
pemakalah bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, tapi sebelumnya
kami minta maaf apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan
ataupun kesalahan baik mengenai penjelasan, pemahaman ataupun kata-kata yang
kurang jelas untuk dipahami. Untuk
itu saran dan kritik yang konstruktif akan selalu kami terima dengan senang
hati. Semoga sekelumit karya kami ini bermanfaat. Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat
pendidikan, Jakarta: rajaGrafindo Persada.
Departemen agama RI, Al Qur’an da
tafsirnya, semarang: PT Citra effhar.
Departemen agama RI, Al Qur’an dan
terjemahnya, bandung: CV. Penerbit J-ART.
Hendra
Sugiantoro, Metode Belajar Al-Alaq, http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=19&jd=Metode+Belajar+Al-Alaq&dn,
akses: 16/03/2009
M Qurais Shihab, Membumikan Al
Qur’an, Bandung: Mizan.
______________, Tafsir Al Misbah,
Jakarta: lentera hati.
Muhammad Chirzin, Membaca
Al-Qur’an (I), http://suara-muhammadiyah.com/2009/?p=340,
akses:16/03/2009
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
[1] Departemen agama RI,
Al Qur’an dan terjemahnya, bandung: CV. Penerbit J-ART. Hlm.597
[2] Departemen agama RI, Al
Qur’an da tafsirnya, semarang: PT Citra effhar. Hlm.747
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir
Al Misbah, Jakarta: lentera hati. Hlm392
[4] M Qurais Shihab, Membumikan
Al Qur’an, Bandung: Mizan. Hlm.167
[5] Op. Cit, Al
Qur’an da tafsirnya, Hlm.749
[6] Op. Cit,
Tafsir Al Misbah, Hlm392
[7] Abuddin Nata, Tafsir
ayat-ayat pendidikan, Jakarta: rajaGrafindo Persada. Hlm.44
[8] Op.Cit, Tafsir Al Misbah. Hlm398
[9] [9]
Ibid, Tafsir Al Misbah, Hlm.401
[10] Muhammad Chirzin, Membaca Al-Qur’an (I), http://suara-muhammadiyah.com/2009/?p=340,
akses:16/03/2009
[11] Hendra Sugiantoro, Metode Belajar Al-Alaq, http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=19&jd=Metode+Belajar+Al-Alaq&dn,
akses: 16/03/2009
[12] Muhibbin Syah, Psikologi
Belajar, Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hlm.59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar