Selasa, 14 Mei 2013

Tafsir Tahdzib



KEWAJIBAN BELAJAR DAN MENGAJAR
Tafsir Qur’an Surat Al Alaq ayat 1-4
Oleh : Ali Mursidi

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ .اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ .
Artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],[1]

[1589]. Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.

I.          Tinjauan Tafsir
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ.
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.”

Dalam ayat ini Allah menyuruh Nabi agar membaca, sedangkan beliau tidak pandai membaca dan menulis, maka dengan kekuasaan Allah ini beliau dapat mengikuti ucapan Jibril. Dalam ayat ini juga mengandung maksud bahwa Allah menjadikan dan menciptakan seluruh mahluk-Nya dari tidak ada kepada ada, sanggup menjadikan Nabi-Nya pandai membaca tanpa belajar.[2]
Di sisni beliau diperintahkan untuk membaca guna lebih memantapkan hati beliau. Ayat di atas bagaikan menyatakan: bacalah wahyu-wahyu Ilahi yang sebentar lagi akan banyak engkau terima, dan baca juga alam dan masyarakatmu. Bacalah agar engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua itu tetapi dengan syarat hal tersebut engkaun lakukan dengan atau demi nama Tuhan yang selalu memelihara dan membimbingmu dan yang mencipta semua mahluk kapan dan di manapun.[3]
Kata iqra’ yang terambil dari kata qara’a pada mulanya berarti “menghimpun”.  Arti asal kata ini menunjukkan bahwa iqra’, yang diterjemahkan dengan “bacalah”, tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis yang dibaca, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karenanya anda menemukan, dalam kamus-kamus bahasa, beraneka ragam arti dari kata tersebut, antara lain, menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui cirri-cirinya, dan sebagainya, yang kesemuanya dapat dikembalikan kepada hakikat ‘menghimpun” yang merupakan arti akar kata tersebut.[4]

خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ.
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”.

Dalam ayat ini Allah mengungkapkan cara bagaimana ia menjadikan manusia: yaitu manusia sebagai makhluk yang mulia dijadikan Allah dari sesuatu yang melekat dan diberinya kesanggupan untuk menguasai segala sesuatu yang ada di bumi ini serta menundukannya untuk keperluan hidupnya dengan ilmu yang diberikan Allah padanya. Dan Dia berkuasa pula menjadikan insan kamil diantara manusia, seperti Nabi SAW. Yang pandai membaca walaupun tanpa belajar.[5]
Ayat ini dan ayat berikut memperkenalkan Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad saw. Dan yang diperintahkan oleh ayat yang lalu untuk membaca dengan nama-Nya serta demi untuk-Nya. Dia adalah Tuhan yang telah menciptakan manusia yakni semua manusia – kecuali Adam dan hawwa – dari ‘alaq segumpal darah atau sesuatu yang bergantung di dinding rahim.[6]
Secara harfiah kata al ‘alaq yang terdapat pada ayat tersebut menurut al-Raghib al-Asfahani berarti al-damm al-jamid yang berarti beku. Sedangkan menurut al Maraghi ayat tersebut menjelaskan bahwa Dialah (Allah) yang menjadikan manusia dari segumpal darah menjadi makhluk yang paling mulia, dan selanjutnya Allah memberikan potensi (al-qudrah) untuk berasimilasi dengan segala sesuatu yang ada di alam jagat raya yang selanjutnya bergerak dengan kekuasaan-Nya, sehingga ia menjadi makhluk yang sempurna, dan dapat menguasai bumi dengan segala isinya. Kekuasaan Allah itu telah diperlihatkan ketika Dia memberikan kemampuan membaca kepada Nabi Muhammad Saw, sekalipun sebelum itu ia belum pernah belajar membaca.[7]

اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ.
“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah”

Setelah memerintah membaca dengan meningkatkan motivasinya yakni dengan nama Allah, kini ayat diatas memerintahkan membaca dengan menyampaikan janji Allah atas manfaart membaca. Allah berfirman Bacalah berilang-ulang dan Tuhan Pemelihara dan pendidik-Mu maha pemurah sehingga akan melimpahkan aneka karunia.
Ayat tiga diatas mengulang  perintah membaca. Ulama’ berbeda pendapat tentang tujuan pengulangan itu. Ada yang menyatakan bahwa perintah pertama ditujukan kepada pribadi Nabi Muhammad Saw,sedang yang kedua kepada umatnya. Atau yang pertama untuk membaca dlam sholat, sedang yang kedua diluar sholat. Pendapat yang ketiga menyatakan yang petama perintah belajar, sedang yang kedua adalah perintah mengajar orang lai. Ada lagi ynang menyatakan bahwa perintah kedua berfungsi mengukuhkan guna menanam rasa “ percaya diri” kepada Nabi Muhammad saw, tentang kemampuan beliau membaca- karena tadinya beliau tidak pernah membaca. [8]     
 الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ.
”Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam”

Ayat-ayat yang lalu menegaskan kemurahan Allah swt. Ayat diatas melanjutkan dengan memberi contoh sebagian dari kemurahan-Nya itu dengan mengatakan bahwa: Dia Yang Pemurah itu yang Mengajar manusia dengan pena yakni dengan sarana dan usaha mereka, dan di yangh mengajar manusia tanpa alat dan usaha mereka apa yang belum diketahui-Nya.
Kata( لْقَلَمِ ) al-qolam terambil dari kata kerja ( ْقَلَم ) qalama yng berarti memotong ujung sesuatu. Memotong ujung kuku disebut (          ) taqlim. Tombak yng dipotong ujungnyasehungga meruncing dinamai (             ) maqalim. Anak panah yang runcing ujungnya dan yang bisa digunakan untuk mengundi dinamai pula qalam (baca QS. Al-imran 3:44 ) alat yang digunakan untuk menulis dinamai juga Qolam karena pada mulanya alat tersebut dibuat dari sesuatu bahan yang dipotong dan diperuncing ujungnya.
Kata qalam disini berarti hasil dari penggunaan alat tersebut, yakni tulisan. Ini karena bahasa, sering kali menggunakan kata yang berarti “alat ” atau “Penyebab” untuk menunjukkan “akibat” atau “hasil” dari penyebabatau penggunaan alat tersebut. Misalnya jika seorang berkata, “ saya kwatir hujan”, maka yang dimaksud dengan kata “hujan “ adalah basah atau sakit, hujan adalah penyebabnya semata[9].      



II.        Analisis
Perintah membaca tertera dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan berikut: Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah beku. Bacalah, dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan kepada manusia menggunakan pena. Mengajar manusia apa yang tak ia ketahui. (Q.s. Al‘Alaq : 1-5)
Terdapat pengulangan perintah membaca pada rangkaian ayat di atas, yakni pada ayat pertama dan ayat ketiga. Pertama, perintah untuk membaca dengan nama Allah Tuhan yang telah menciptakan manusia. Kedua, perintah untuk membaca dengan menghayati ke-Maha-Pemurah-an Allah SwT. Ulama berbeda pendapat tentang maksud dan tujuan pengulangan itu. Ada yang berpendapat bahwa perintah membaca yang pertama ditujukan kepada pribadi Nabi Muhammad saw, sedangkan yang kedua ditujukan kepada umatnya. Ulama lain berpendapat bahwa perintah yang pertama adalah untuk membaca dalam shalat, sedangkan yang kedua di luar shalat. Pendapat ketiga menyatakan bahwa yang pertama perintah belajar, sedangkan yang kedua perintah untuk mengajar orang lain. Pendapat lainnya, bahwa perintah kedua berfungsi mengukuhkan guna menanamkan rasa percaya diri kepada Nabi Muhammad saw tentang kemampuan beliau membaca. Ulama yang lain lagi berpendapat bahwa membaca yang kedua itu dimaksudkan agar Nabi saw lebih banyak membaca, menelaah dan memerhatikan alam raya serta membaca kitab yang tertulis dan tidak tertulis dalam rangka memersiapkan diri terjun ke masyarakat.[10]
Tidak dapat dimungkiri bahwasanya menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim di mana dan kapan pun berada. Dengan menuntut ilmu, manusia dapat memahami segala hakikat, dan ilmu tidak diragukan lagi merupakan pintu gerbang peradaban. Pemahaman dan kemampuan mengaplikasikan ilmu telah membawa manusia mengalami perubahan dalam roda zaman yang senantiasa berputar menampilkan kemajuan. Dengan ilmu, manusia dapat pula menghancurkan kehidupan dan peradaban manakala ilmu mengalami distorsi dalam aplikasi amalnya. Untuk dapat mendapatkan ilmu ini kita harus melakukan proses belajar agar tidak dikatakan sebagai orang yang menyia-nyiakan ilmu. Seseorang pernah berkata kepada Abu Hurairah ra, “Aku ingin belajar, tapi aku takut menyia-nyiakan ilmu.” Abu Hurairah menjawab, “Cukuplah engkau dikatakan menyia-nyiakan ilmu jika tidak mau belajar.”
Merujuk pada firman Allah SWT dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 terdapat hal penting sebagai rujukan kita dalam belajar menuntut ilmu. Pertama, menuntut ilmu menempatkan Allah Swt sebagai awal dan akhir tujuan setiap aktivitas belajar. Mengikhlaskan niat hanya untuk Allah SWT merupakan keharusan yang mesti menjadi dasar berpijak kita. Dalam mempelajari ilmu, kita tetap dituntut berpikir kritis dengan menelaah ilmu-ilmu yang bermanfaat dan meninggalkan ilmu yang tidak memberikan kemanfaatan apapun. Kenyataan empiris yang sering terjadi bahwasanya ilmu dipelajari tanpa pertimbangan baik dan buruk, sehingga dalam penerapannya justru menyebabkan kehancuran. Dengan meneguhkan niat dan mengakhiri langkah hanya tertujukan kepada Allah SWT kita akan tetap memperhatikam batas-batas normatif yang telah digariskan Allah Swt.
Kedua, belajar harus dilakukan secara bertahap. Terciptanya manusia merupakan suatu proses yang berkelanjutan hingga menjadi manusia dalam wujudnya yang sempurna. Hal ini memberikan arahan kepada kita untuk belajar secara teratur dan berkesinambungan. Tanpa proses bertahap, kita akan memiliki pemahaman parsial dan apa yang dipelajari tidak memberikan kontribusi apapun dalam setiap amal kita.
Ketiga, dibutuhkan proses pengulangan dalam belajar. Dalam surat Al-Alaq, kata “bacalah” tertulis tidak hanya sekali. Dengan sendirinya diharuskan melakukan pengulangan dalam belajar sehingga kita memperoleh pemahaman yang baik dan apa yang kita pelajari terekam kuat dalam diri kita. Belajar yang dilakukan secara instan bisa jadi hanya mendapatkan kelelahan tanpa mendalami benar apa yang dipelajari.
Keempat, melakukan aktivitas membaca dan menulis. Kegemaran untuk membaca dan mempelajari banyak hal akan menyebabkan kita memiliki wawasan dan pengetahuan lebih luas. Membaca secara teratur hendaknya dilanjutkan dengan kebiasaan menulis. Kemampuan untuk menyikapi fenomena kehidupan dan menuangkan ide, gagasan, pendapat, pemikiran dan wacana dalam bentuk tulisan setidaknya mampu mengasah pikiran dan pemahaman kita agar lebih berkembang dan bermanfaat bagi orang lain. Pemikiran dan gagasan tertulis tersebut tetap dalam tuntunan Al-Qur’an dan Sunnatur-Rasul, sehingga dengan sendirinya melakukan dakwah bil-qalam bagi tegaknya ajaran Islam di muka bumi.[11]
Belajar adalah key term,’istilah kunci’ yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Disebabkan oleh kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada makhluk-makhluk lainya, sehingga ia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Boleh jadi karena kemampuan berkembang melalui belajar itu pula manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya.[12]
III. Kesimpulan
1.      Dalam al Qur’an surat al-Alaq ayat 1-4 terkandung perintah atau kewajiban belajar mengajar bagi setiap manusia muslim dan muslimah. Dalam al- Alaq ayat satu ditegaskan kata iqra’ yang terambil dari kata qara’a pada mulanya berarti “menghimpun”.  Arti asal kata ini menunjukkan bahwa iqra’, yang diterjemahkan dengan “bacalah”, kata perintah ini dapat kita maknai sebagai perintah belajar. Dalam belajar hendaklah kita menyebut nama Allah, hal ini dimaksudkan agar dalam belajar menuntut ilmu menempatkan Allah Swt sebagai awal dan akhir tujuan setiap aktivitas belajar. Mengikhlaskan niat hanya untuk Allah SWT merupakan keharusan yang mesti menjadi dasar berpijak kita.
2.      Belajar harus dilakukan secara bertahap, hal ini dapat kita lihat dalam ayat yang kedua dari surat al alaq ‘yang telah menciptakan manusia dari alaq’. Proses terjadinya manusia secara bertahap mulai dari air mani hingga menjadi segumpal darah dan kemudian seonggok daging hingga terciptalah manusia yang sejak lahir tidak membawa apa-apa, yang kemudian dengan belajar manusia dapat menjadi makhluk yang sempurna dari pada makhluk-makhluk lain ciptaan Allah.
3.      “Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah”. dalam surat al Alaq ayat yang ketiga ini terdapat pengulangan kata Iqra’. pengulangan kata iqra’ didasarkan pada alasan bahwa membaca itu tidak akan membekas dalam jiwa kecuali dengan diulang-ulang dan membiasakannya, perintah Allah untuk mengulang membaca berarti mengulang apa yang dibaca.
4.      ”Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam”  Surat al-‘alaq yang keempat ini berisi tentang perlunya alat dalam melakukan kegiatan dalam upaya mengembangkan dan pemeliharaan ilmu pengetahuan sebagai sarana pendidikan. Dalam proses belajar mengajar baik dalam pengertan secara sempit maupun luas tetap memerlukan sarana dan prasarana penunjang ataupun media demi tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan.


IV. Penutup
Alhamdulillah dengan ridho Allah, dengan izinnya kami pemakalah bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, tapi sebelumnya kami minta maaf apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan ataupun kesalahan baik mengenai penjelasan, pemahaman ataupun kata-kata yang kurang jelas untuk dipahami. Untuk itu saran dan kritik yang konstruktif akan selalu kami terima dengan senang hati. Semoga sekelumit karya kami ini bermanfaat. Amien.


DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan, Jakarta: rajaGrafindo Persada.
Departemen agama RI, Al Qur’an da tafsirnya, semarang: PT Citra effhar.
Departemen agama RI, Al Qur’an dan terjemahnya, bandung: CV. Penerbit J-ART.
Hendra Sugiantoro, Metode Belajar Al-Alaq,  http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=19&jd=Metode+Belajar+Al-Alaq&dn, akses: 16/03/2009
M Qurais Shihab, Membumikan Al Qur’an, Bandung: Mizan.
______________, Tafsir Al Misbah, Jakarta: lentera hati.
Muhammad Chirzin, Membaca Al-Qur’an (I), http://suara-muhammadiyah.com/2009/?p=340, akses:16/03/2009
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: RajaGrafindo Persada.


[1] Departemen agama RI, Al Qur’an dan terjemahnya, bandung: CV. Penerbit J-ART. Hlm.597
[2] Departemen agama RI, Al Qur’an da tafsirnya, semarang: PT Citra effhar. Hlm.747
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Jakarta: lentera hati. Hlm392
[4] M Qurais Shihab, Membumikan Al Qur’an, Bandung: Mizan. Hlm.167
[5] Op. Cit, Al Qur’an da tafsirnya,  Hlm.749
[6] Op. Cit, Tafsir Al Misbah, Hlm392
[7] Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan, Jakarta: rajaGrafindo Persada. Hlm.44
[8]  Op.Cit, Tafsir Al Misbah. Hlm398
[9] [9] Ibid, Tafsir Al Misbah,  Hlm.401
[10] Muhammad Chirzin, Membaca Al-Qur’an (I), http://suara-muhammadiyah.com/2009/?p=340, akses:16/03/2009
[11] Hendra Sugiantoro, Metode Belajar Al-Alaq,  http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=19&jd=Metode+Belajar+Al-Alaq&dn, akses: 16/03/2009
[12] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hlm.59

Tidak ada komentar:

Posting Komentar